Prakata 


 
Pada tahun 1980, beberapa seniman yang sedang belajar melukis pada pelukis
  Dulah di Bali menanyakan beberapa hal tentang seni kepada saya 
  (Misalnya, Melukis apa? Apa itu pergerakan Modern? Kemana arah seni di Indonesia? dsb).
  Sebagai orang awam, tentu saja saya tidak tahu jawabannya, namun saya tahu bahwa saya
  sangat mencintai seni. Saya berjanji untuk mencari jawabannya dari seniman-seniman 
  yang lebih tua dan lebih berpengalaman yang mungkin tahu jawabannya.
 

  Pada tahun 1982 saya dan Pujianto, salah seorang murid Dulah, pergi ke Yogyakarta
  untuk bertemu dan mewawancarai Affandi. Pada akhir wawancara, beliau meminta
  saya untuk mewawancarai seniman-seniman asing yang telah mendapat pendidikan di Barat
  dan yang yang pernah hidup di Indonesia. Maka pada tahun 1982, saya menghubungi
  Donald Friend di Sydney dan dia setuju untuk diwawancarai. Dia memberikan banyak
  jawaban yang bermanfaat. Wawancara ini kami lakukan selama 5 hari berturut-turut,
  1 jam setiap hari, sampai saya kehabisan pertanyaan. (Hanya jawaban-jawaban yang
  penting saja dicantumkan disini).

 

  Kemudian ada periode vakum selama 18 tahun dimana saya harus berjuang mencari
  nafkah kehidupan saya. Pada tahun 1997, saya di diagnosa mendapat penyakit kanker NPC,
  dan ketika saya berpikir bahwa  hari-hari wawancara saya telah berakhir, kankernya bisa
  diobati dan akhirnya saya sembuh. Sayang sekali, Pujianto telah wafat dengan
  meninggalkan istri dan keluarganya. Namun, kebutuhan untuk mendapatkan lebih banyak
  jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seni itu masih terus menghantui saya.
 

  Pada tahun 2000, waktu saya sedang membersihkan pabrik plastik yang sudah
  ditutup di Kucing, Kalimantan Utara, saya bertemu dengan Jason Monet yang
  menetap di Bali, dan dia pernah mendengar tentang wawancara saya dengan
  Donald Friend. Setelah pertemuan ini, dia yang telah sepenuhnya hidup sebagai seniman,
  setuju untuk diwawancarai. Pada tahun 2001, saya menulis untuk Majalah ‘New Reality’
  dan saya mendapat kesempatan untuk melakukan perjalanan ke Filipina Selatan dan
  disana saya melihat postcard karya-karya Bencab. Maka, saya menelepon dia di Filipina

 
Utara dan dia setuju untuk bertemu di Baguio- sekali lagi saya menjalani jejak
  keingin-tahuan saya tentang seni ini. Namun pada tahun 2004 kanker saya kambuh lagi
  dan setelah mendapatkan pengobatan, masih ada sisa enerji saya untuk meneruskan
  jejak ini. Maka, saya kembali ke Ubud untuk melihat perubahan yang terjadi dalam
  24 tahun ini, dan mewawancarai Pranoto, seorang seniman yang karya-karyanya
  sudah saya kenali dengan baik selama 25 tahun, dan telah menggugah rasa ketertarikan
  saya akan dunia seni.

 

  Setelah bertahun-tahun, akhirnya saya menyimpulkan bahwa untuk benar-benar bisa
  mengerti, menikmati dan mendalami karya seni adalah dengan bertemu dan bertanya
  kepada seniman-seniman yang sudah lebih berpengalaman dan lebih-lebih kepada
  seniman yang karyanya saya sukai. Saya harap anda setuju dengan saya.

 


 


Sketch of Chris Wee by
Ben Cabrera, 2000



Chris Wee

 

 
 
Chris Wee dilahirkan di Singapore pada tahun 1953. Dia pindah ke Australia ketika
 berumur 10 tahun, dan sering mudik ke Asia Tenggara ketika beranjak dewasa,
 termasuk pernah 12 tahun di Borneo sebagai manajer pabrik plastik. Dia pernah
 bekerja sebagai penjual meubel antik, jual beli perumahan, lulusan akademi statistik,
 pemusik dan pengarang lagu juga.

 Yang paling berarti, betika bertamasya ke Ubud. Bali di tahun 1980, Chris Wee pernah
 di tanya tentang seni oleh murid-murid Dullah dari Sanggar Pejeng Bali dan dia melihat
 kemungkinan untuk mencari jawabnya dengan bertanya langsung pada sang pelukis.
 Buku ini tentang tanya jawab terhadap 5 pelukis yang dipilih dalam kurun waktu 25 tahun.
 Mereka masing-masing berpendapat dan berkarya berbeda.
 Inilah untaian kata-kata, kenyataan hidup seorang seniman dan karya-karya mereka,

 
sebagaimana pertanyaan dan jawaban dimana Chris Wee kumpulkan yang bisa
 dipersembahkan kepada para pembaca.

 


   Top                                    Back             Next