BEN CABRERA BERBICARA
                         (1942-Sampai Sekarang)

 PENDAHULUAN:

 ==============

 Bencab (atau Ben Cabrera) adalah salah seorang
 pelukis dan penggambar yang berhasil di Filipina.
 Pada tahun 1963 dia menyelesaikan sarjana
 seninya di Universitas Filipina. Akhir tahun 60an
 dia dengan istrinya yang berkewarga-negaraan
 Inggris, pindah ke London. Bencab telah
 melakukan banyak pameran, baik lokal maupun
 internasional, dan dia juga telah mewakili
 negaranya dalam beberapa Bienalle Internasional
 (seperti Affandi di Indonesia). Tahun 1997 di
 Jakarta, Bencab menerima penghargaan tertinggi
 yang pernah diterimanya- penghargaan seni
 ASEAN. Dia adalah salah satu pendiri Baguio
 Art Guild dan Resor Kampung Seni ‘Tamawan’
 di kota Baguio. Resor ini adalah sebuah hotel
 dimana banyak seniman yang berkarya disana
 sambil bekerja untuk hotel ini. Untuk melihat film
 tentang karya-karya lukisan Bencab, kunjungi
 websitenya-

 http://www.bencab.com.

 




Ben Cabrera’s studio in Baguio, The Phillipines



Melancholy, 1985
Oil on canvas, 76 x 60 cm, Manolo and
Maritess Lopez Collection, Manila

 

AWAL MULANYA:

==============

CHRIS: Kapan Anda memutuskan untuk menjadi seorang seniman?
BEN: Oh, sudah sejak kecil. Saya terinspirasi oleh kakak saya yang juga seorang
seniman. Dia meninggal tahun 1986. Dia lebih tua dari saya, tapi melihat dia
menggambar di atas kertas kosong hampir seperti disihir. Memang itu sihir.
Saya sering tertawa karena sulit untuk mempercayainya.

CHRIS: Apa yang pertama kali anda gambar?
BEN: Saya menggambar dari komik. Saya suka mencontoh komik. Saya suka
gerakan di dalamnya. Komik dari Amerika sangat populer saat itu. Superman
dan lainnya. Mula-mula, saya banyak membuat karya ilustrasi.
Waktu saya belajar seni di Universitas Filipina, saya dikecewakan oleh
profesor saya, yang bilang, “Kenapa tidak ambil jurusan reklame saja, jurusan
seni tidak bisa menghasilkan uang.”
Jadi saya sebenarnya mengambil jurusan Reklame dengan mata pelajaran pokok
Ilustrasi. Tujuan saya waktu itu adalah bekerja sebagai ilustrator majalah
atau sejenis itu. Menjadi pelukis, secara perlahan datang kemudian.
 

 

 CHRIS: Waktu anda mulai melukis, apakah
 anda mendapat banyak dukungan dari
 keluarga anda?
 
BEN: Tidak banyak dukungan. Namun saya rasa,
 dari semula orang tua saya sudah mengerti tentang
 adanya potensi untuk hidup melalui seni. Mulanya,
 kakak saya sudah menjadi ilustrator dan pelukis.
 Dia cukup berhasil dalam hidupnya. Waktu saya
 mulai melukis bapak saya bilang, “Walaupun
 diberi lukisan itu, saya tidak mau.” Dia pikir,
 lukisan saya kurang bagus. Tapi waktu saya mulai
 membuat uang dari karya saya, mereka mulai
 menghargai. Jadi ada penghasilan dari seni, itu
 saja yang mereka mau tahu...mereka sangat
 sederhana. Dan karya saya yang berpokok pada
 kesederhanaan itu adalah apresiasi dari banyak
 membaca komik.

 Pertama kali saya memenangkan penghargaan,
 saya masih di sekolah dasar. Juara satu dalam
 bidang Poster Hak Asasi Manusia. Saya
 mendapat hadiah 100 peso dan itulah
 permulaannya. Waktu itu saya berumur sebelas
 atau dua belas tahun. Seni adalah satu-satunya
 fokus saya pada waktu itu. Pada mulanya
 menggambar adalah obsesi saya.
 




Carrying a Banga, 1998
Acrylic on canvas, 122 x 71cm,
Private Collection, Manila

 

Karena kami tidak kaya, orang tua saya tidak bisa membiayai sekolah saya, semua
sekolah tempat saya belajar adalah sekolah gratis yang disubsidi pemerintah.
Setelah SMU, saya ikut mendaftar untuk mendapatkan bea siswa di universitas.
Saya salah satu dari lima finalis tapi akhirnya gagal. Saya ingat, bapak saya harus
meminjam uang dari dewan mahasiswa untuk membayar uang kuliah di universitas.

Jadi, dari muda saya sudah mempunyai penghasilan sampingan dari membuat sketsa
potert James Dean, Elvis Presley, yang saya jual seharga sepuluh peso untuk
membiayai pendidikan saya.

 


 CHRIS: Dimana anda jual gambar-gambar
 anda?
 
BEN: Kepada teman-teman sekelas saya yang
 kaya, tidak di jalan. Pada tahun kedua,
 seseorang menawarkan saya untuk menjadi
 ilustrator di sebuah bar artis yang bernama
 Cock and Bull Tavern, dimana banyak penulis
 dan wartawan yang datang. Jadi yang saya
 kerjakan adalah membuat sketsa para langganan
 yang datang ke sana. Saya mendapat kira-kira
 tujuh peso semalam. Waktu bekerja itu saya
 pergunakan untuk latihan menggambar. Dalam
 semalam saya bisa menggambar 14 potret. Tapi
 akhirnya bapak saya melarang untuk terus kerja
 disana karena saya jarang pulang; saya sering
 mabuk. Begitulah kalau bekerja di bar. Pemilik
 tavern itu menempelkan gambar-gambar saya di
 dinding.

 Disamping itu, saya juga menjadi asisten
 Profesor Joya untuk membuat rancangan set
 panggung di universitas, dia yang mendesain,
 kami yang melakukan. Jadi, sejak berumur 20
 tahun sebenarnya saya sudah berkarya dan
 menghasilkan uang.
 



Joey ‘Pepe’ Smith, 1995
 Pastel on paper, 92 x 64cm, Artist’s Collection

CHRIS: Apakah anda bisa melihat perbedaan antara seni komersil dan seni murni?
BEN: Seni komersil biasanya berupa pesanan untuk membuat objek tertentu. Ada kreativitas.
Ada tantangan dari objek yang diberikan; dan komunikasi ide tertentu; ini lebih menekankan komunikasi.
Saya pikir yang paling penting dalam seni murni adalah ungkapan kepribadian seni yang
berasal dari pengalaman sendiri dan sebagai curahan jiwa seseorang. Kadang-kadang
karya saya juga merekfleksikan lingkungan saya. Saya sadar mengapa karya saya bisa
diterima karena saya bisa mengerti pengalaman orang biasa.  

CHRIS: Apakah anda mempunyai perasaan terhadap orang biasa?
BEN: Tentu saja! Karya-karya awal saya merefleksikan lingkungan saya karena saya
tumbuh di daerah miskin di Manila dan objek-objek ini yang terlihat di karya- karya
saya. Yah, pada pertengahan tahun 60an, pameran pertama saya tahun 1966,
walaupun trennya waktu itu minimalisme dan abstrak.
Saya menampilkan karya-karya figuratif dengan unsur-unsur abstraksi. 

Karya David Hockney adalah sejenis buku harian pribadinya hubungan intimnya
dengan laki-laki lain, dan sebagainya. Sedangkan untuk saya, objek saya adalah
orang-orang di sekitar saya. 

  Top                                        Back           Next